JAKARTA - Para petani kelapa sawit di Kabupaten Rokan Hulu, Riau, terus didorong untuk lebih kreatif memanfaatkan limbah sawit, salah satunya dengan mengolah tandan kosong (tankos) menjadi biochar. Biochar dikenal sebagai alternatif pupuk organik yang tak hanya ramah lingkungan, tetapi juga berpotensi menjadi sumber penghasilan tambahan bagi petani.
Dalam rangka mendorong pemanfaatan limbah kelapa sawit ini, Asosiasi Petani Kelapa Sawit Perusahaan Inti Rakyat (Aspekpir) bersama Badan Pengelola Dana Perkebunan (BPDP) menggelar kegiatan praktik pembuatan biochar berbahan dasar tankos. Kegiatan berlangsung di Desa Bono Tapung, Kecamatan Tandun, Kabupaten Rokan Hulu.
Pelatihan ini diikuti oleh seratusan petani yang tergabung dalam sejumlah koperasi kelapa sawit dari lima desa di sekitar wilayah tersebut, yakni Bono Tapung, Dayo, Kumain, Tapung Jaya, dan Boncah Kusuma. Mereka tergabung dalam koperasi KUD Tani Sejahtera, Dayo Mukti, Karya Mukti, Makarti Jaya, dan KUD Bangkit Usaha Makmur.
“Kegiatan praktik pembuatan biochar ini merupakan yang kedua setelah sebelumnya sukses digelar di Desa Batang Batindih, Kabupaten Kampar pada Mei lalu,” ujar Ketua Panitia Setiyono dalam sambutannya.
Biochar sebagai Solusi Pupuk Organik dan Peluang Usaha
Setiyono menjelaskan bahwa kegiatan ini bukan sekadar memberikan wawasan tentang pemanfaatan limbah sawit, tetapi juga menjadi peluang usaha yang menjanjikan bagi petani sawit. Menurutnya, biochar memiliki potensi besar menjadi produk bernilai ekonomi skala Usaha Kecil, Mikro, dan Koperasi (UKMK).
“Kita ingin petani lebih kreatif dalam memanfaatkan limbah kelapa sawit seperti tankos untuk mendukung produktivitas kebunnya. Selain itu, biochar bisa menekan biaya perawatan seperti kebutuhan pupuk, dan pada saat yang sama membuka peluang usaha tambahan bagi petani,” paparnya.
Penggunaan biochar dinilai sangat relevan mengingat harga pupuk kimia yang cenderung mahal, sementara ketersediaan bahan baku biochar, yakni tankos sawit, sangat melimpah di Rokan Hulu.
Warga Desa Antusias Manfaatkan Limbah Sawit
Kepala Desa Bono Tapung, Riyanto, menyambut positif kegiatan pelatihan ini. Menurutnya, mayoritas warganya adalah petani kelapa sawit yang sangat memerlukan alternatif pupuk untuk mendukung produktivitas kebun mereka.
“Workshop ini sangat bermanfaat bagi petani, terutama untuk menambah wawasan dalam memanfaatkan limbah tankos,” kata Riyanto.
Ia menyebutkan, mahalnya harga pupuk kimia menjadi salah satu alasan penting mengapa para petani harus mencari solusi lain seperti biochar. “Harga pupuk kimia cukup tinggi, sehingga ini menjadi cara alternatif untuk memenuhi kebutuhan pupuk organik,” ungkapnya.
Riyanto juga mengingatkan para petani agar memanfaatkan kesempatan ini sebaik-baiknya, mengingat hanya tiga kabupaten yang dipilih untuk program ini, yakni Rokan Hulu, Kampar, dan Pelalawan.
“Kami berharap petani manfaatkan sebaik-baiknya kegiatan ini. Sebab kita terpilih sebagai peserta kegiatan yang hanya digelar Aspekpir di tiga kabupaten,” ujarnya.
BPDP Dorong Produksi Biochar untuk Skala Usaha
Kepala Divisi UKMK BPDP, Helmi Muhansah, yang turut hadir secara daring, menyampaikan harapannya agar kegiatan pelatihan biochar ini benar-benar bisa diterapkan oleh para petani. Lebih dari itu, BPDP berharap agar setelah pelatihan, para petani bisa menghasilkan produk nyata dari biochar tersebut.
“Bahkan kami akan sangat berbahagia jika setelah kegiatan ini ada produk yang bisa dihasilkan. Misalnya pupuk organik berbasis biochar yang kemudian dapat diperjualbelikan skala UKMK oleh petani,” ujarnya.
Helmi menjelaskan, langkah yang dilakukan oleh Aspekpir merupakan bagian dari dukungan terhadap program huluisasi kelapa sawit yang saat ini menjadi fokus pemerintah. Huluisasi merupakan langkah memperkuat sektor hulu perkebunan sawit agar mendukung keberhasilan hilirisasi industri sawit secara nasional.
“Huluisasi saat ini menjadi fokus pemerintah selain hilirisasi kelapa sawit. Namun produk hilir tidak akan maksimal jika dari sektor hulu, yakni ketersediaan TBS kelapa sawit, tidak optimal,” tegas Helmi.
Potensi Besar Biochar di Rokan Hulu
Senada dengan Helmi, Kepala Dinas Peternakan dan Perkebunan (Kadisnakbun) Rokan Hulu, CH Agung Nugroho, juga mengapresiasi langkah Aspekpir dan BPDP dalam memberdayakan petani sawit. Menurutnya, biochar merupakan inovasi yang sangat mudah diterapkan di Rohul karena ketersediaan bahan bakunya sangat melimpah.
“Biochar akan sangat mudah dibuat oleh petani kelapa sawit di Rohul. Pasalnya, bahan baku yakni tankos sangat banyak tersedia di Negeri Seribu Suluk ini. Kita punya 49 pabrik kelapa sawit (PKS), yang tentu menghasilkan limbah tankos,” jelasnya.
Agung menambahkan, tankos merupakan limbah padat terbesar dari industri kelapa sawit, namun sayangnya selama ini belum dimanfaatkan secara maksimal. Dengan adanya pelatihan pembuatan biochar ini, limbah tankos bisa diubah menjadi produk bernilai ekonomis sekaligus mendukung keberlanjutan kebun kelapa sawit.
“Kita berharap kegiatan seperti ini bisa berlanjut ke desa-desa lain agar terjadi pemerataan pengetahuan bagi seluruh petani sawit di Rokan Hulu,” tandasnya.
Biochar Dorong Sawit Berkelanjutan dan Kesejahteraan Petani
Selain mendukung sektor pertanian organik, biochar juga dinilai sebagai langkah konkrit untuk mendukung program kelapa sawit berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan target pemerintah dalam meningkatkan devisa negara sekaligus memperkuat posisi Indonesia di industri kelapa sawit global.
“Peningkatan SDM sangat diperlukan sehingga dapat mendukung kelapa sawit berkelanjutan. Selain mendukung devisa negara, juga mendorong kesejahteraan petani,” pungkas Agung.
Dengan dukungan penuh dari BPDP, Aspekpir, pemerintah daerah, serta koperasi-koperasi petani, diharapkan inovasi biochar ini mampu memberikan manfaat ganda: meningkatkan produktivitas perkebunan kelapa sawit sekaligus menjadi sumber pendapatan tambahan bagi petani.
Kegiatan pelatihan pembuatan biochar ini juga menjadi wujud nyata kolaborasi antara pemerintah dan masyarakat untuk menciptakan pertanian yang lebih mandiri, berkelanjutan, dan ramah lingkungan.